Sunday, 25 October 2009

Perth, 23 Oktober 2
Sudah hampir sebulan aku meninggalkan anak dan istri. Meninggalkan rutinintas di Probolinggo. Kangen … itu pasti!!! Tapi Gusti Allah itu maha tahu. Untuk apa ini dijadikan bagian dari perjalananku.Setiap hari yang kulalui kubaca dengan cermat. Setiap pagi aku berangkat ke Curtin University untuk ngansu kawruh basa Inggris. Memang aku jauh di negeri orang. Tapi ada yang selalu bersamaku di manapun itu. Anak dan isteri? Jauh. Tapi setelah kubaca dan rasakan, ternyata yang jauh hanya raga kita. So, do’a masih terus mengalun dengan hikmat. Serasa mereka dekat terus. Apa yang dekat itu? Ternyata kasih sayang tak pernah membuat kita merasa sendiri. Bukan materi yang mendekatkan kita. Tapi saling menyayangi, berbagi dan pengorbanan yang kita lakukan terus… itu yang membuat kita selalu merasa dekat. Bukan tuntutan yang membuat dekat, tapi pemberian tulus. Bukan tuntutan yang membuat dekat, tapi pengorbanan tulus. Bukan teriakan keras yang membuat dekat, tapi lembutnya senyum tulus. Bukan cantik dan molek yang membuat dekat, tapi besarnya pengabdian.

Perth, Sabtu, 24 Oktober 2009
Pagi ini aku ke Fremantle.Sebuah kota pelabuhan tua di selatan Perth. Kulihat matahari. Masih matahari yang itu juga. Kulihat air laut selatan. Masih berombak juga. Kulihat deretan kapal besar, ferry, dan orang-orang di pantai. Sama juga mereka asyik memandangi luasnya laut biru. Malam ini kulihat bulan. Masih sama dengan bulan yang kulihat di tanah air. Jika engkau masih melihat matahari, bulan, laut berombak yang sama dengan yang kulihat, maka aku tak jauh darimu. Masih di sini di dekatmu. Kudengar nyanyian burung ‘derkuku’ masih berbahasa yang sama dengan yang di atas pohon-pohon di kebun kita dulu. Gula di sini juga sama manisnya dengan gula di dapur kita. Kopinya juga sama dengan yang kau buat untukku.

Perth, Minggu, 25 Oktober 2009
Waktu bersih-bersih kulihat banyak bunga mengembang. Ada yang lagi kuncup, ada yang sudah mekar, ada pula yang sudah layu dan mau jatuh dari tangkainya. Ada banyak pula yang berjatuhan di tanah. Bunga…dia hanya tahu harus tumbuh dan memberi keindahan. Dia tak pernah menghitung sudah berapa kuntum yang dia berikan, sudah berapa banyak daun yang gugur, sudah berapa ranting yang patah. Oh… kadang kita tak sanggup untuk berbagi. Kita tak sanggup untuk tida menghitung jasa kita, kita tak sanggup membiarkan berlalu kepedihan hati kita, kita tak sanggup memaafkan kesalahan orang lain apalagi kesalahan diri sendiri. Bimbing aku terus untuk lebih lancer dan jelas dalam membaca ayat-ayatmu. Wahuwa ma’akum ainama kuntum.

No comments:

Post a Comment