Sunday, 25 November 2012

Catatan yang belum sempat ter up load Pergantian Tahun ( Metamorfosis ) 31 Desember 2010 pukul 18.45. Hujan masih turun dengan intensitas sedang. Probolinggo dan mungkin seluruh Indonesia dan bahkan dunia sudah, sedang dan akan menyambut tahun baru 2011 masehi. Sore menjelang asar, aku naik motor berkeliling kota. Penjual terompet dengan aneka bentuk berjajar sepanjang jalan raya dan di sekitar alun-alun kota. Berbagai komunitas menyibukkan diri dengan cara uniknya dalam menyambut momen tahun baru sesuai dengan budaya komunitas tersebut. Ada yang meryakan di cafe-cafe dengan bernyanyi dan makan-makan, ada yang berkumpul di alun-alun, ada yang bergerombol bermotor keliling kota, ada yang berkumpul di rumah bersama teman dan keluarga dekat, hanya sekedar makan minum dan bercanda ria. Ada pula yang berkumpul di pedepokan-padepokan dan tempat-tempat ibdah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Begitu antusiasnya mereka menyabut momen tahun baru ini. Sementara aku, sengaja mengajak keluarga jalan-jalan sore menyusuri kota. Dan sekitar 19.00, kami pulang. Eh ... ternyata ada dua orang tamu menunggu di teras rumah kami. Maaf, sudah lama ya?, sapaku. Belum lama pak, sekitar 10 menit saja nunggu. Kumasukkan motor lewat pintu belakang, isteri dan anakku mengikuti di belakangku. Kuminta anak perempuanku membuka pintu depan dan mempersilahkan tamunya untuk masuk. Sedangkan isteriku langsung memasak air untuk persiapan bikin minuman kopi panas yang tidak terlalu manis. ”Tahun baru rek, kok ndak jalan-jalan?”, tanyaku. Ternyata mereka berdua sudah sore tadi jalan-jalan sama keluarganya pula. Menjelang magrib mereka pulang karena langit dah kelihatan gelap katanya. Selang beberapa saat kami saling berbincang, isteriku dah siap dengan semorong kopi dan tiga cangkir kosong di atas nampan plastik. Mas Rio dan Mas Bagus-nama kedua tamuku-saling membantu mengisi gelas-geas kosong dengan kopi sambil mengucap terima kasih. Malam terus merangkak diiringi gerimis cenderung deras. ”Apa to mas istimewanya tahun baru ini, kok sampai dipestai sedemikian dahsyatnya?”, mendadak Rio bertanya. ”Itu kan pestanya anak-anak muda saja to mas Rio” sambung Bagus. Kuceritakan bahwa momen tahun baru itu bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan. Ya anak-anak kecil yang senang membunyika terompet, anak-anak muda dengan komunitasnya masing-masing, pengusaha resto dan cafe untuk meraup keuntungan, para artis papan atas sampai yang ndak punya papan, dan lain sebagainya. Tapi buat kita, yang penting dapat memanfaatkan tahun baru ini untuk meningkatkan kontribusi kita terhadap sekitar kita dengan lebih baik. Itu artinya dibutuhkan peningkatan kualitas diri kita masing-masing. Momen perubahan tahun mestinya kita pakai untuk merefleksi perjalanan kita selama setahun kemarin. Capaian berupa keberhasilan atau kegagalan yang terjadi di tahun kemarin. Apapun peristiwa dan kejadian harusnya dapat kita petik hikmahnya. Belajar kita yang belum sungguh-sungguh, mari kita rubah menjadi lebih sungguh-sungguh dan mendalam. Yang semula belajar karena disuruh orang tua atau guru berubah menjadi kesadaran utuh bahwa belajar perlu kesadaran diri. Bukan lagi belajar karena merasa terpaksa. Tapi karena keinginan yang kuat untuk menjadi lebih berprestasi di tahun yang akan datang. Momen ini juga digunakan merefleksi amal kita. Kalau kemarin-kemarin masih ada tendensi dan pamrih karena sombong,riya’, dan belum penuh kerelaan, maka kita berusaha dengan keras untuk mengkualitaskan amal kita. Kita beramal karena lahirnya kesadaran baru, bahwa amal merupakan kebutuhan untuk menyehatkan jiwa kita sendiri. Beramal adalah mengeluarkan sebagian rizki yang kita terima dari Tuhan YME. Logikanya, tubuh kita yang diberi rizki makan da minum setiap hari ini, kalau tidak mengeluarkan kotorannyya melalui air besar, kencin ataupun keringan dan hembusan nafas, maka bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi. Kita akan menjadi tidak sehat, Kita akan menjadi sering sakit, karena sistem tubuh kita ndak berjalan dengan normal. Bayangkan tubuh kita yang makan dan minum setiap hari, namun tak buang air besar, tak kencing , tak berkeringat bahkan dak hembuskan nafas yang membuang uap air dan CO2. Begitu juga secara rohani. Atas semua riski yang kita terima tiap hari, kita juga perlu mengeluarkan sebagiannya yang kalau tidak kita keluarkan akan menjadi racun pada diri kita. Penyakit kikir, sombong dan tamak pastilah akan menjagkiti. Kita menjadi manusia tanpa kepedualian. Kita hidup dengan kerakusan dan ketamakan. Bahkan kita akan menjadi sombong dan merasa tak membutuhkan orang lain. Masih banyak yang kita harus refleksikan di momen pergantian tahun. Momen pergantian tahun, adalah waktu tahunan untuk merefleksi diri atau memetamorfosiskan diri mejadi lebih berkualitas. Sebenarnya momen pergantian tahun sejatinya adalah momen pergantian waktu. Momen yang setiap hari kita lalui. Mulai bergantinya detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan pergantian tahun seperti sekarang ini. Semakin kita mampu bermetamorfosis alais mengevaluasi diri untuk berubah menjadi lebih berkualitas dari detik-ke detik, dari menit ke menit, begitu seterusnya, maka kita sama saja dengan berusaha menkualitaskan diri setiap saat. Kita akan terus berubah atau bermetamorfosis menjadi lebih berkualitas di setiap waktu yang berubah bersama hembusan nafas dan detak jantung kita. Melahirkan diri kita setiap saat menjadi manusia dengan motivasi orisinil. Maksudnya, semangat belajar kita termotivasi oleh kesadaran diri untuk lebih maju, bukan karena merasa dipaksa-paksa. Amal kita menjadi lebih berkualitas dalam kuantitas maupun kulaitas karena kesadaran diri untuk hidup lebih sehat lahir batin, bukan karena pamer dan ingn pujian semata. Melahirkan diri yang makin jujur, makin peduli dan makin berprestasi. Malam itu, 23.47, kedua tamuku pamit pulang dengan senyum mengembang sambil kuucap di balik senyum tipisku ” Happy New Year”. ”Thanks mas-ter, kami jadi lebih mengerti mengapa mesti ada seruan ingatlah pada Tuhanmu, kapanpun dan di manapun kita. Ndak tahunya supaya selalu bermetamorfosis menjadi lebih berkualitas”.

Monday, 16 January 2012

Wanita Itu Adalah Ibu … Ku

(Refleksi Hari Ibu 2012) Seorang wanita muda bertubuh kecil berjalan tenang di trotoar di samping pasar dengan membawa keranjang kecil belanjaan. Dia berdaster batik bermotif bunga kecil-kecil kombinasi merah putih. Sejenak dia berhenti dengan anggun di depan sebuah toko kain. Setelah memandang sejenak, diapun memasuki toko tersebut. Senyumnya merekah indah seperti fajar menyibak pagi. Oh ... rupanya dia membeli beberapa lembar kain warna-warni nan elok. Kembali terlihat senyum bahagia menambah ayu wajahnya, meski terlihat pula butiran-butiran keringat bening bergayut di kening. Sejenak wanita itu mengelus perut buncitnya sebelum memasuki toko. Oh ... ternyata wanita itu sedang hamil 6 bulan anak pertamanya. Kembali langkah diayunkannya. Meski terlihat agak susah, dia berjalan meninggalkan toko itu. Susah payah membawa beberapa belanjaan lain, dia hampiri becak di seberang toko kain itu. ”Hati-hati bu, mari silahkan”, begitu sapa tukang becak seperti menaruh iba. Pak Becak mempersilahkan wanita itu untuk naik becaknya sambil merendahkan bagian depan becaknya, agar mudah menaikinya. Wanita itu dulu lincah dan ramping pingganya. Tapi kini ndak lincah dan perutnya membesar. Oh ... ternyata wanita hamil itu adalah ibuku. Suatu sore setelah magrib di klinik bersalin yang sederhana, wanita itu terlihat rebahan di ranjang kecil. Dia kembali mengelus perutnya yang makin membesar. Dia merasakan bayi di dalam perutnya bergerak-gerak hebat. Rupanya ini akan menjadi hari yang sangat dia tunggu, walau jujur ada sedikit cemas terpancar di wajah anggun itu. Diam-diam dia berdo’a dalam hati. Malam semakin larut dan menjelang subuh, ketika wanita itu merintih-rintih menyebut nama tuhannya. Di ujung malam menjelang fajar, wanita menyebut tuhan itu semakin sering dan kuat dalam erangnya. Itu menandakan perjuangan melawan sakit yang luar biasa. Itu menandakan perjuangan di antara hidup dan mati sedang berlangsung. Itu menandakan akan lahirnya seorang anak manusia di bumi. Bertepatan dengan kumandang adzan subuh,suara tangisan bayi terdengar lantang. Bayi laki-laki mungil telah terlahir dengan sehat. Dalam keadaan pucat dan letih yang sangat, wanita itu tersenyum bahagia. Oh ... ternyata wanita yang baru melahirkan itu adalah ibuku. Wanita itu terlihat bergoyang sambil mendendangkan sebuah lagu. Gaya yang anggun dan terlihat layaknya penyanyi profesional. Oh ... ternyata dia sedang berdendang sambil menggendong bayi mungilnya. ”Tak lelo...lelo...lelo ledung cup meneng ojo nangis wae...putraku sing bagus dewe...suk gedhe dadi wong kang bener...” begitu sepenggal syair lagu yang dinyanyikannya. Di halaman rumah yang tidak terlualu luas dan tempat orang kampung melintas pula dia terus bergoyang. Saat pandangi wajah bayinya, terlihat mulutnya seperti ingin mengunyah sesuatu, maka tanpa ada malu sedikitpun dia keluarkan tetek kirinya. Dengan kasihnya dia masukkan ke mulut bayi mungilnya. Bayi itu terlihat bahagia, yang dengan lahapnya menyedot susu ibunya. Susu exclusive yang dicipta dan dititipkan tuhan padanya untuk bayi mungilnya. Setelah beberapa saat disusui, ternyata bayi itu tertidur. Ketika jarum jam menunjuk 20.00 si ibu dan bayinya sama-sama tertidur pulas. Oh tuhan...tengah malam saat pulas dan berhibur mimpi, ada yang merengek lagi di sampingnya. Bayi itu berulah lagi. Ternyata dia ngompol. Dengan penuh kasih dia mengganti popoknya. Sambil ngantuk dia susui lagi anaknya sampai tertidur. Wanita yang telah mengorbankan malu dan malamnya untuk seorang bayi laki itu adalah ibuku. Waktu berlalu terasa begitu cepat. Dia tidak peduli anaknya umur berapa. Selalu saja dia ajak bicara anak kecil mungil itu. Layaknya dia bicara dengan seorang raja. Bayi laki-lakinya mulai belajar merangkak. Hampir semua aktivitasnya adalah mengawasi anaknya. Mengajak bermain dan bercanda sepanjang waktu. Perlahan anaknya mulai bisa berjalan. Oh ... pekerjaan utama ibu muda itu bertambah. Anaknya minta ’diteta’ dengan memegangi kedua telunjuk ibunya dia minta berjalan kesana kemari. Ibu itu tak pernah mengeluh. Keringat, kecemasan takut terjadi sesuatu yang mengancam keselamatan anaknya adalah hal besar dalam hidupnya. Hal itu mengalahkan capek dan keluhan. Wanita itu sangat peka akan keinginan anaknya. Dia selalu berusaha membuat senang dan bahagia buah hatinya. Walau belum diminta sekalipun, dia akan melakukannya. Dia antar ketika sekolah. Dia antar ketika belajar mengaji. Dia temani malamnya untuk belajar. Dia peluk dengan hangat anaknya ketika dingin dan ketakutan. Wanita yang hampir tak punya waktu untuk dirinya itu adalah ibuku. Kini bayi mungilnya yang dulu sangat manis telah tumbuh menjadi remaja. Suatu hari seorang ibu berdiri di halaman SMP 1 sambil bertanya, ”kapan pendaftaran murid baru dimulai pak?Kira-kira berapa beayanya ya pak?”. ”Masih satu bulan lagi bu...tentang beaya nanti akan ada wawancara khusus dengan orang tua” begitu jawab pak satpam. Oh...ibu itu kelihatan gelisah, ketika mungkin anaknya masih asyik belajar dan bermain ketika itu. Pada saat pendaftaran dimulai, pagi sekali ibu muda itu sudah ke SMP 1 setelah mengantar anaknya sekolah di SD di sekitar jalan raya. Dia mengambil dan mengisi formulir pendaftaran. Semua sepertinya sudah dipersiapkan dengan baik. Syarat-syarat pendaftaran murid baru sudah dia siapkan sesuai edaran. Wow...ibu itu kelihatan puas. Walau masih ada kekhawatiran akan tes masuk yang akan dilalui anaknya. Ketika tes tulis dimulai, terlihat dia duduk tenang di ujung tempat duduk di samping lapangan basket sekolah. Agak sedikit pucat dan berkeringat dingin...tapi terlihat mulutnya sedang komat-kamit tanpa henti. Oh...sedang berdo’a rupanya. ... Tidak sia-sia usaha dan do’a ibu muda itu. Melompat penuh syukur saat nama anaknya terlihat diterima. Setitik air mata haru ada di sudut matanya. Perlahan dia bergumam ”alhamdulillah...”. Dia edarkan pandang mencari anaknya. Eh... anak remajanya sedang bermain dan bercanda dengan temannya. ... Hari demi hari dia mulai jarang mengantar anaknya. Remajanya sudah mulai mau naik sepeda sendiri. Dia malu diantar diantar jemput ibunya. Pagi dia antar dengan seuntai pesan untuk hati-hati dan sungguh-sungguh belajarnya. Tapi sepanjang pagi siang dan sore...ibu itu menutupi kekhawatirannya dengan senantiasa berdo’a dan pasrah sama tuhannya. Semoga anaknya selamat dan belajar penuh kesungguhan selalu. Wanita yang tersenyum di balik pintu ketika anaknya pulang sekolah itu adalah ibuku. Wanita yang cemas, khawatir, penuh harap sukses untuk anaknya itu...adalah ibuku. Wanita yang paling cerewet karena besar kasihnya itu...adalah ibuku. Wanita yang do’a dan harapnya hanya untuk keselamatan dan kebahagiaan anaknya itu...adalah ibuku. Wanita yang sangat tidak suka anaknya berbohong itu...adalah ibuku. Wanita yang ... adalah ibuku.